STUDI PENGELOLAAN KATALIS BEKAS (SPENT CATALYST) PADA UNIT RESIDUE CATALYTIC CRACKING (RCC) PT KILANG PERTAMINA INTERNASIONAL (KPI) REFINERY UNIT (RU) VI BALONGAN
Abstract
Kerja Praktik dilaksanakan di salah satu kilang pengolahan produk yang merupakan subholding dari PT Pertamina yakni PT Kilang Pertamina International (KPI) Refinery Unit (RU) VI yang berlokasi di Indramayu Balongan. Hampir seluruh unit yang ada di PT KPI menghasilkan limbah B3. Salah satu limbah B3 yang banyak dihasilkan setiap tahunnya adalah spent catalyst atau katalis bekas yang dihasilkan dari unit Residue Catalytic Cracking (RCC). Unit RCC merupakan unit yang dirancang untuk mengolah produk sisa (residue) yang berasal dari minyak berat yang kurang menguntungkan menjadi produk yang menguntungkan dan bernilai ekonomi. Proses pengolahan produk sisa dilakukan dengan metode catalytic cracking yakni metode yang memanfaatkan reaksi pemecahan (cracking) rantai C dengan bantuan katalis. Katalis yang mengandung metal tinggi tidak dapat lagi membantu proses perengkahan dan harus dikeluarkan dari unit. Katalis ini disebut dengan spent catalyst atau katalis bekas yang termasuk dalam jenis limbah bahan berbahaya beracun (B3). Untuk mengurangi timbulan katalis bekas, PT KPI telah membuat inovasi berupa pemasangan catalyst trapper di unit RCC yang dapat menghemat dana pembelian katalis hingga sebesar Rp2.454.416.990,00/tahun. Katalis bekas termasuk ke dalam limbah B3 kategori 2 dengan karakteristik beracun dan mudah menyala. Oleh karena itu, pengelolaannya disesuaikan dengan prosedur pengelolaan limbah B3. Adapun prosedur pengelolaan limbah B3 terdiri dari identifikasi dan pengelompokan, pengemasan dan pemasangan label, transportasi dan penimbangan, registrasi dan penyimpanan, serta disposal. Sebagian besar prosedur pengelolaan hingga tahap penyimpanan telah sesuai dengan PP No.22 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup. Namun terdapat beberapa perbedaan atau ketidaksesuaian dengan peraturan yakni prosedur pengurangan limbah B3 yang tidak dimasukan dalam TKO, kondisi ventilasi di TPS Caturyasa belum memiliki kasa untuk mencegah hewan masuk, TPS Laydown memiliki jarak antar blok yang kurang dari 60 cm, kondisi kemasan drum limbah B3 yang berkarat dan tidak tertutup, serta beberapa label kemasan yang mulai terkelupas.