dc.description.abstract | International Civil Aviation Organization (ICAO) menetapkan kebijakan neutral carbon growth
pada tahun 2050, mendorong pemerintah Indonesia untuk mengeluarkan instruksi melalui Peraturan
Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Nomor 12 tahun 2015. Peraturan ini mewajibkan
pencampuran bahan bakar nabati dalam avtur sebanyak 5% pada tahun 2025. Dalam konteks ini,
minyak nabati, terutama minyak kelapa sawit, menjadi sumber potensial melimpah untuk diubah
menjadi bioavtur di Indonesia. Dengan mempertimbangkan hal tersebut, maka pendirian pabrik
bioavtur di Indonesia cukup menjanjikan. Untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri, prarancangan
pabrik bioavtur yang akan dibangun di Dumai, Riau ini berkapasitas 54000 kL/tahun. Proses yang
digunakan untuk memproduksi bioavtur adalah proses Hydroprocessed Esters and Fatty Acids
(HEFA), dimana RBDPO (Refined, Bleached, and Deodorized Palm Oil) dan H2 sebagai bahan baku.
Tahapan proses produksi secara umum melibatkan reaksi simultan antara RBDPO dan H2 untuk
membentuk alkana rantai panjang melalui reaksi hydrotreating, yang kemudian dilanjutkan dengan
reaksi hydrocracking, yang terjadi secara bersamaan dalam satu reaktor. Pada tahap hydrotreating,
RBDPO bereaksi dengan hidrogen di bawah tekanan tinggi dan suhu katalitik, menghasilkan alkana
yang lebih sederhana dengan mengurangi jumlah gugus fungsional, seperti oksigen. Sementara itu,
pada tahap hydrocracking, alkana hasil hydrotreating kemudian mengalami pemecahan ikatan
karbon di dalam satu reaktor yang sama, membentuk alkana rantai panjang yang lebih kecil sesuai
dengan jumlah rantai karbon yang diinginkan dengan NiMo/yAl2O3 sebagai katalis hingga
terkonversi 97%. Utilitas yang dibutuhkan di pabrik ini adalah air 440635.88 kg/jam, listrik sebesar
1228.70 kWh, superheated steam 3208.246 kg/jam dan udara tekan sebanyak 26.16768 m3
/jam.
Jumlah pekerja yang diperlukan adalah 169 orang tenaga kerja. Dari perhitungan evaluasi ekonomi,
didapatkan bahwa total capital investment yang diperlukan sebesar Rp 2.013.236.297.724,92 dengan
ROI sebelum pajak sebesar 11.57% dan ROI setelah pajak sebesar 8.67%. Kemudian POT sebelum
pajak sebesar 8.646 tahun dan sesudah pajak sebesar 11.528 tahun. Break Even Point (BEP) sebesar
20.50% % dan Shut Down Point (SDP) sebesar 43.95% kapasitas produksi. Diperoleh IRR sebesar
16%. Berdasarkan hasil analisa ekonomi, maka pabrik Bioavtur dari RBDPO dengan kapasitas 54000
kilo liter per tahun layak (feasible) dan dapat didirikan di Indonesia. | en_US |