Mengkaji Paris Agreement Terkait Pengaturan Emisi Melalui Norm Robustness: Studi Kasus Carbon Leakage oleh Cina
Abstract
Krisis iklim global menjadikan adanya urgensi untuk melakukan penguatan kerja
sama dan pembuatan norma iklim internasional yang lebih efektif. Oleh karenanya,
perwakilan negara-negara dunia berkumpul dalam forum COP (Conference of the
Parties) 21, dan mengadopsi Paris Agreement pada 12 Desember 2015. Namun,
sejak pengimplementasiannya masih terdapat target-target yang belum tercapai,
salah satu di antaranya terkait pengaturan emisi. Hal ini dibuktikan dengan kenaikan
gas rumah kaca (GRK) dunia yang masih terus terjadi. Sebagai salah satu negara
dengan industri terbesar dan kontributor GRK terbesar di dunia, Cina sebagai
bagian
dari
Paris Agreement yang secara aktif berpartisipasi dan
mengimplementasikannya dalam berbagai kebijakan mitigasi perubahan iklim.
Namun, di balik hal tersebut Cina berkontribusi pada industri-industri intensif
karbon (terutama PLTU) di luar negaranya, yang menyebabkan terjadinya carbon
leakage (kebocoran karbon). Maka, penelitian ini mengkaji kekuatan norma (norm
robustness) dari Paris Agreement melalui konsep norm robustness milik Jeffrey
Legro, dengan menggunakan studi kasus carbon leakage yang dilakukan oleh Cina.
Penelitian ini menggunakan metode penelitian kualitatif deskriptif dalam
menganalisis sumber-sumber data yang didapatkan peneliti melalui studi literatur
yang diperoleh peneliti dengan memproses berbagai literatur seperti buku, jurnal
ilmiah, laporan resmi pemerintah, dan literatur relevan dan kredibel lainnya terkait
norma, celah dalam Paris Agreement, dan carbon leakage. Hasil penelitian ini
menunjukkan bahwa berdasarkan tiga kriteria norm robustness yang ada, Paris
Agreement menunjukkan tingkat kekuatan (robustness) yang cenderung rendah
sehingga berimplikasi pada efektivitasnya dalam meregulasi emisi secara global.