Dinamika Hubungan Iran dan Suriah Pasca Lengsernya Rezim Bashar al-Assad
Abstract
Penelitian ini membahas perubahan yang terjadi dalam dinamika hubungan Iran dan Suriah pasca lengsernya rezim Bashar al-Assad, dengan fokus pada periode transisi kekuasaan ke Ahmad Sharaa. Selama kepemimpinan Assad, Suriah berperan sebagai hub utama strategi regional Iran, menyediakan jalur logistik ke Hizbullah, basis proyeksi kekuatan ke Lebanon dan Palestina, serta mitra utama dalam poros perlawanan terhadap Israel dan Amerika Serikat. Namun, kejatuhan Assad pada 8 Desember 2024 menandai berakhirnya pola aliansi strategis ofensif tersebut. Pemerintahan baru Suriah di bawah Ahmad Sharaa mengambil langkah tegas keluar dari orbit pengaruh Iran, menutup lebih dari 60% pos militer pro-Iran, memutus jalur logistik ke Hizbullah, serta aktif membuka hubungan diplomatik dengan negara-negara Teluk, Barat, dan bahkan Israel. Penelitian ini menggunakan metode kualitatif dengan metode pengumpulan data melalui document-based research dan wawancara, penelitian ini menggunakan teori realisme defensif untuk menganalisis perubahan strategi kedua negara. Hasil penelitian menunjukkan bahwa Iran dipaksa mengadopsi strategi defensif, mengandalkan sisa loyalis dan jejaring militer yang tersisa di perbatasan Suriah-Irak, sementara proyek-proyek rekonstruksi ekonomi Iran di Suriah sebagian besar gagal akibat sanksi, korupsi, dan perubahan rezim. Suriah, di sisi lain, berupaya mengamankan kedaulatan dan stabilitas internal dengan membangun aliansi baru yang lebih seimbang dan menolak menjadi basis operasi ofensif pihak manapun, serta mulai menunjukkan kecenderungan untuk keluar dari orbit pro-Iran. Sejalan dengan prinsip realisme defensif, negara akan membatasi perilaku agresif apabila biaya ekspansi dinilai lebih besar daripada manfaat yang diperoleh. Penelitian ini diharapkan dapat memberikan gambaran terhadap dinamika yang terjadi antara Iran dan Suriah pasca lengsernya rezim Bashar Al-Assad.