Show simple item record

dc.contributor.authorHandoko, Yusri Pamungkas
dc.date.accessioned2019-12-27T08:25:14Z
dc.date.available2019-12-27T08:25:14Z
dc.date.issued2019-12-26
dc.identifier.citationAPA 6th Editionen_US
dc.identifier.urihttps://library.universitaspertamina.ac.id//xmlui/handle/123456789/342
dc.description.abstractPT. SKF Indonesia merupakan salah satu perusahaan yang bergerak di industri manufaktur yang menghasilkan produk berupa bearing di Indonesia. Bearing merupakan elemen mesin yang berfungsi untuk mengurangi gesekan antara poros dan elemen mesin lainnya sehingga membatasi gerak relatifnya agar dapat bergerak sesuai arah yang diinginkan. Dalam proses produksinya potensi bahaya yang dapat timbul sangat tinggi. Kecelakaan kerja yang dapat terjadi di perusahaan berasal dari beberapa sumber. Sumber tersebut dapat berasal dari mesin maupun kelalaian pekerja (human error) sehingga aspek kesehatan dan keselamatan kerja (K3) harus dijadikan prioritas untuk meningkatkan kinerja perusahaan. Untuk mendukung program dalam memprioritaskan kesehatan dan keselamatan kerja (K3) diperlukan upaya-upaya yang dapat meminimalisir kecelakaaan kerja yang akan terjadi. Upaya yang dapat dilakukan oleh perusahaan adalah pembinaan dan pengawasan secara menyeluruh dan berkesinambungan. Sebagai bentuk mendukung pengembangan kesehatan dan keselamatan kerja (K3), PT SKF Indonesia mendapatkan sertifikat OHSAS 18001 versi 2007 dan sertifikat Zero Accident pada tahun 2009. Kerja praktik di PT SKF Indonesia ini memiliki tujuan untuk mempelajari penerapan sistem K3 di perusahaan, mengamati dan mengkaji risiko dan bahaya yang dapat timbul di lingkungan kerja serta mempelajari pencegahan yang dilakukan perusahaan terhadap risiko dan bahaya. Dalam penerapan sistem kesehatan dan keselamatan kerja (K3) PT SKF Indonesia melakukan beberapa program untuk mengurangi akan kecelakaan kerjanya. Program tersebut adalah pembagian ear plug kepada pegawai maupun tamu yang akan memasuki ruang produksi, melakukan pengukuran kebisingan dengan menggunakan sound level meter, mengukur tingkat pencahayaan dengan menggunakan lux meter. Pengukuran kebisingan dan pencahayaan di lakukan di ruang produksi serta dilaksanakan pada setiap 3 bulan sekali. Dengan tujuan mengetahui tingkat kebisingan dan pencahayaan sudah memenuhi nilai ambang batas yang sudah ditentukan. Hal tersebut akan mempengaruhi kenyamanan dan kesehatan pekerja yang bekerja di tempat itu. Berdasarkan hasil kerja praktik didapatkan bahwa berdasarkan Permenkes No. 70 Tahun 2016 tentanng Standar dan Persyaratan Kesehatan Lingkungan Kerja Industri disebutkan bahwa seorang pekerja yang bekerja selama 8 jam hanya boleh menerima frekuensi kebisingan sebesar 85 dB. Sementara untuk rata-rata tingkat kebisingan pada ruang produksi di PT SKF Indonesia masih berada di bawah 85 dB. Untuk tingkat pencahayaan berdasarkan Permenkes No. 70 Tahun 2016 tentanng Standar dan Persyaratan Kesehatan Lingkungan Kerja Industri disebutkan bahwa nilai ambang batas tingkat pencahayaan sebesar 500 lux. Namun tingkat pencahayaan rata-rata nilai yang terdapat pada ruang produksi masih belum memenuhi baku mutu. Hal tersebut bisa terjadi karena terdapat nya mesin yang tinggi dan memiliki kap yang besar sehingga dapat mempengaruhi nilai tingkat pencahayaan saat melakukan pengukuranen_US
dc.subjectK3, Kecelakaan Kerja, Tingkat Kebisingan, Tingkat Pencahayaan, Baku Mutuen_US
dc.titleSTUDI PENERAPAN SISTEM MANAJEMEN KESEHATAN DAN KESELAMATAN KERJA (K3) DI PT SKF INDONESIAen_US
dc.typeOtheren_US


Files in this item

Thumbnail

This item appears in the following Collection(s)

Show simple item record