dc.description.abstract | Perkembangan teknologi yang semakin pesat membuat para pelaku industri selalu berinovasi dalam menghasilkan beragam produk elektronik. Pola seperti ini membuat masyarakat dunia menjadi sangat konsumtif akan produk terbaru dan kemudian membuang perangkat yang sudah usang. Semakin lama, limbah dari perangkat elektronik tersebut menjadi permasalahan lingkungan. Limbah elektronik yang tidak diolah dengan benar dapat membahayakan lingkungan dan kesehatan manusia. Sebagai negara yang mendapat julukan digital dumping ground, Nigeria pun ikut serta dalam meratifikasi Konvensi Basel untuk menekan angka perpindahan limbah elektronik ke negaranya. Meskipun begitu, Nigeria juga menjadi salah satu negara penerima impor limbah elektronik terbanyak dari berbagai negara, termasuk Amerika Serikat yang merupakan salah satu negara yang menyumbang limbah elektronik terbesar di dunia. Kebijakan tersebut sudah jelas menyalahi aturan Konvensi Basel, namun ada hal lain yang menjadi pertimbangan bagi Nigeria sehingga mereka tetap menerima impor limbah elektronik dari negara lain. Dengan menggunakan rational choice theory, penelitian ini akan menjelaskan mengenai proses intermestik antara Nigeria yang melanggar Konvensi Basel dan Amerika Serikat dalam melakukan kegiatan ekspor-impor limbah elektronik. | en_US |