dc.description.abstract | Papua Nugini (PNG) menjadi salah satu target advokasi kebijakan dekriminalisasi prostitusi oleh Amnesti Internasional (AI). Masifnya kasus pelanggaran hak terhadap pekerja seksual komersial (PSK) akibat kriminalisasi membuat International Council Meeting (ICM) memandatkan AI untuk memulai advokasi global pada 2016. Kebijakan ini mengarah kepada penghapusan regulasi nasional yang melarang praktik prostitusi. Salah satunya tertera dalam Summary Offences Act 1977 dan Criminal Code Act 1974 PNG. Namun advokasi yang dilakukan AI sebagai salah satu Masyarakat Sipil Global (MSG) mengalami keterbatasan di PNG sejak 2016 hingga 2020. Oleh karenanya penulisan ini menggunakan konsep MSG dan Keterbatasan MSG guna mengidentifikasi keterbatasan yang dihadapi AI dalam upaya dekriminalisasi prostitusi di negara PNG. Serta menggunakan metode kualitatif yang memanfaatkan data sekunder dari berbagai studi literatur untuk mendapatkan penjelasan mendalam. Berdasarkan hasil penulisan, ditemukan setidaknya 3 situasi yang membatasi AI dalam menangani kasus ini yakni kecenderungan agenda, rendahnya keterwakilan isu dekriminalisasi prostitusi dalam pemerintah dan masyarakat PNG, serta defisit demokrasi di PNG. Ketiganya membahayakan keamanan jaringan advokasi serta mengurangi keterwakilan masyarakat pada isu yang dibicarakan AI. | en_US |