dc.description.abstract | Tulisan ini menganalisis mengenai dampak yang diberikan oleh Paris Agreement terhadap bisnis minyak bumi yang dilakukan antara Arab Saudi sebagai eksportir minyak bumi terbesar di dunia dengan Tiongkok sebagai konsumen terbesar mereka. Hipotesis yang disusun menunjukan bahwa Paris Agreement seharusnya berpengaruh dalam mengurangi volume perdagangan minyak bumi di antara kedua negara tersebut. Hal ini disebabkan oleh adanya keharusan bagi Arab Saudi dan Tiongkok untuk mengurangi emisi karbon, yang dapat dilakukan melalui pengurangan konsumsi minyak bumi, demi tercapainya target dari rezim internasional tersebut. Faktanya, sejak kedua negara meratifikasi Paris Agreement pada tahun 2016 higga 2018, volume perdagangan minyak bumi mereka menunjukan tren yang meningkat. Analisis ini dilakukan dengan tujuan untuk menjelaskan penyebab dari inefektivitas Paris Agreement sebagai rezim internasional dalam mempengaruhi volume perdagangan minyak bumi Arab Saudi dan Tiongkok. Aspek yang diteliti melingkupi pembedahan Paris Agreement, komitmen dari Arab Saudi dan Tiongkok terhadap Paris Agreement, dampak rezim lingkungan internasional terhadap negara produsen dan eksportir minyak bumi, serta pengaruh pertumbuhan ekonomi dan penduduk terhadap konsumsi minyak bumi suatu negara. Penelitian ini menggunakan metode kualitatif deskriptif dengan metode pengumpulan data sekunder dari statistik, buku, jurnal, dan tulisan ilmiah lainnya. Hasil penelitian ini menunjukan bahwa Paris Agreement dan komitmen yang dibangun oleh negara untuk menyukseskannya tidak secara spesifik mengatur mengenai pengurangan ekspor atau penggunaan minyak bumi. Selain itu, dilema yang datang dari ketidakpastian masa depan industri minyak bumi serta dinamika ekonomi dan penduduk di suatu negara mempengaruhi bagaimana negara tersebut bertindak dalam perdagangan minyak bumi. | en_US |