dc.description.abstract | Konflik etnis yang terjadi di Myanmar yang melibatkan kelompok muslim Rohingya dan Pemerintah Myanmar sulit ditemukan titik tengahnya. Perbedaan fisik, bahasa dan agama dijadikan alasan oleh pemerintah Myanmar untuk tidak menjadikan etnis Rohingya ini sebagai bagian kelompok dari masyarakat negaranya. Pemerintah Myanmar berasumsi bahwa etnis Rohingya merupakan pendatang atau imigran gelap yang tidak dapat diakui sebagai warga negara. Akar konflik ini terbagi kedalam banyak faktor yang menyebabkan kasus ini menjadi sorotan publik di lingkup internasional. Rohingya sendiri merupakan etnis minoritas di Myanmar yang kerap mendapatkan perlakuan tidak adil dan bersifat diskriminatif dari pemerintah Myanmar. Konflik ini sulit untuk diselesaikan dikarenakan alasan utama terjadinya konflik ialah perseteruan mengenai perbedaan agama antara kelompok muslim dan Budha.. ASEAN sebagai organisai yang membawahi negara-negara Asia Tenggara termasuk Myanmar, dituntut untuk berperan sebagai subjek penengah yang membantu proses penyelesaian konflik dan menciptakan perdamaian di kawasan Asia Tenggara. Namun, pada nyatanya sistem yang dianut ASEAN tidak mengubah keadaan etnis Rohingya yang terus diperlakukan berbeda dengan masyarakat Myanmar pada umumnya. Sebagai sebuah entitas regional yang menaungi negara-negara yang berada di kawasan Asia Tenggara, ASEAN memegang peranan yang sangat krusial dalam menjaga stabilitas kawasan melalui pengaturan-pengaturan politik, sosial budaya, ekonomi, keamanan, dan aspek lain seperti isu kemanusiaan. Pembentukan AICHR merupakan salah satu bentuk perpanjangan peran ASEAN dalam bidang kemanusiaan yang memegang kepentingan sebagai komisi penyelesaian konflik yang berkaitan dengan pelanggaran HAM. Namun, pada nyatanya pengaplikasian AICHR masih dihadapkan oleh banyak hambatan yang berujung pada inefektivitas sebuah fungsi. Tulisan ini akan membahas hal yang melatarbelakangi inefektivitas kinerja AICHR dalam penyelesaian konflik Rohingya. | en_US |