dc.description.abstract | Gliserol dihasilkan dari produksi biodiesel. Produksi gliserol semakin meningkat seiring
dengan peningkatan produksi biodiesel sebagai sumber energi, terutama sebagai bahan bakar organik.
Di Indonesia, biodiesel menunjukan tren positif dalam produksinya, yang didukung oleh mandatori
pemerintah terkait penggunaan B20, B30 hingga B45. Gliserol yang dihasilkan umumnya memiliki
kemurnian sekitar 60-80%, yang dikenal sebagai crude glycerol. Crude glycerol perlu dioleh kembali
untuk mencapai kemurnian minimal 99.5%. Namun, harga gliserol di pasaran semakin menurun seiring
dengan ketersediaan yang melimpah. Disisi lain gliserol memiliki banyak manfaat dalam berbagai
industri, seperti pemanfaatan gliserol menjadi hidrogen untuk memaksimalkan nilai dari gliserol.
Sehingga, pabrik ini dirancang untuk memperoleh hidrogen biru, yaitu jenis hidrogen yang pada
produksinya tidak menghasilkan emisi berbahaya bagi lingkungan dan dilengkapi dengan merode
pemisahan karbon dioksida atau carbon capture (CC) dengan kapasitas 28,202 ton/tahun. Hidrogen
yang diproduksi mencapai kemurnian 99%. Pabrik didirikan di Tuban dengan lahan seluas 53,856 m2
dan beroperasi secara kontinu selama 330 hari per tahun. Bahan baku gliserol diperoleh dari PT Wilmar
Nabati Indonesia sebagai produsen biodiesel di Indonesia. Sedangkan, kebutuhan air untuk proses
diperoleh dari air laut dengan kapasitas 180,034.38 kg/jam. Gliserol dan air sebagai bahan baku utama
melewati serangkaian proses, diantaranya proses steam reforming dengan konversi gliserol menjadi
hidrogen sebesar 99% dan water gas shift untuk memaksimalkan produksi hidrogen dan mengkonversi
karbon monoksida menjadi karbon dioksida yang akan ditangkap menggunakan pressure swing
adsorption. Berdasarkan analisis kelayakan, pabrik hidrogen ini tergolong ke dalam risiko yang tinggi
karena menggunakan unit dengan suhu dan tekanan yang tinggi dengan nilai ROI sebelum pajak sebesar
52.6%. | en_US |