Show simple item record

dc.contributor.authorLiwin, Aria Jonathan
dc.date.accessioned2024-08-13T11:57:28Z
dc.date.available2024-08-13T11:57:28Z
dc.date.issued2024-08-13
dc.identifier.citation-en_US
dc.identifier.issn-
dc.identifier.urihttps://library.universitaspertamina.ac.id//xmlui/handle/123456789/12541
dc.descriptionNegara Indonesia merupakan salah satu negara yang sangat rawan akan terjadinya bencana banjir. Bencana banjir merupakan aliran atau genangan yang memiliki volume berlebih dengan tinggi genangan yang tidak menentu. Banjir juga dapat diartikan aliran atau genangan yang diakibatkan oleh meluapnya air dari saluran pembuangan air yang sudah melebihi kapasitas tampungannya (Khotimah, Nurhadi, & Sumunar, 2013). Sebagaimana diketahui juga bahwa Indonesia memiliki curah hujan yang tinggi, berkisar antara 2000-3000 mm/tahun, sehingga potensi akan terjadinya banjir sering terjadi pada saat musim hujan datang. Fenomena terkait cuaca dan iklim, seperti El Nino Southern Oscillation (ENSO), Madden Jullian Oscillation (MJO), dan Indian Dipole Mode (IOD) memberikan pengaruh terhadap iklim Indonesia, terutama berkaitan dengan curah hujan (Nakazawa, 2000; Morita dkk., 2006). Karena proses-proses tersebut, kejadian hujan berlebih di Indonesia sering terjadi pada waktu-waktu spesifik dan berpotensi menghasilkan bencana hidrometeorologis. Bencana hidrometeorologis yang dipengaruhi oleh curah hujan ekstrem diperkirakan akan meningkat secara global. Jika kita lihat, jumlah bencana yang disebabkan oleh curah hujan ekstrem di Indonesia, terutama banjir, meningkat dari tahun ke tahun. Peningkatan area terbangun yang tidak terkendali dan deforestasi merupakan salah satu faktor berpengaruh, selain hujan ekstrem (Saghafian dkk., 2008). Laporan IPCC keempat/IPCC AR4 (IPCC, 2007) memberikan indikasi peningkatan cuaca ekstrem di Indonesia hingga 100 tahun mendatang. Analisis lebih lanjut yang dilakukan oleh Naylor (2007) menggunakan beberapa skenario iklim yang disediakan oleh IPCC AR4 telah menunjukkan bahwa tidak hanya terjadi kemunduran awal musim hujan, tetapi juga curah hujan yang lebih tinggi pada musim hujan dan lebih sedikit pada musim kemarau.en_US
dc.description.abstractIndonesia adalah negara yang sangat rawan terhadap bencana banjir, terutama karena curah hujan yang tinggi dan fenomena cuaca ekstrem akibat perubahan iklim yang signifikan. Perubahan iklim global yang dipicu oleh peningkatan emisi gas rumah kaca, telah menyebabkan peningkatan frekuensi dan intensitas curah hujan ekstrem. Hal ini berdampak signifikan pada peningkatan risiko bencana hidrometeorologis, termasuk banjir. Dalam konteks pemindahan Ibu Kota Negara (IKN) ke Kalimantan Timur, potensi banjir menjadi perhatian utama secara khusus pada DAS Sepaku. Penelitian ini bertujuan untuk menentukan perbandingan curah hujan kondisi eksisting dan kondisi proyeksi serta melakukan pemodelan genangan banjir dengan skenario dan tanpa skenario perubahan iklim pada DAS Sepaku wilayah Ibu Kota Nusantara (IKN) dengan menggunakan software HEC-RAS. Studi ini juga bertujuan untuk memproyeksikan curah hujan dari tahun 2076 hingga tahun 2100 di Daerah Aliran Sungai (DAS) Sepaku, wilayah IKN, menggunakan data dari model Global Climate Model (GCM) dataset CNRM-ESM 2-1 dan MRI-ESM 2 0 dengan teknik statistical downscaling berdasarkan skenario CMIP6. Curah hujan output GCM diolah terlebih dahulu dengan teknik statistical downscaling untuk diregionalisasi berdasarkan titik tinjau. Selanjutnya curah hujan proyeksi tersebut dikoreksi terlebih dahulu dengan Quantile Mapping Correction. Kemudian data curah hujan yang sudah dikoreksi akan dilakukan analisis hidrologi untuk mendapatkan debit banjir rencana. Debit banjir rencana yang didapatkan dari hasil simulasi HEC-HMS akan dilakukan pemodelan genangan banjir 2D dengan menggunakan software HEC-RAS. Berdasarkan hasil simulasi dapat diketahui bahwa nilai luas genangan banjir untuk setiap skenario berbeda-beda. Namun pada kala ulang 2 tahun, luasan genangan banjir kondisi proyeksi model CNRM ESM 2-1 dan MRI-ESM 2-0 tidak terjadi perubahan yang begitu signifikan dengan hasil observasi. Dapat diketahui bahwa luas genangan untuk kondisi observasi dan kondisi proyeksi hanya berkisar ± 1 km2. Sedangkan pada kala ulang 100 tahun, perubahan luas genangan banjir yang dihasilkan meningkat hingga 2.84% dari kondisi Observasi.en_US
dc.language.isoenen_US
dc.publisherAria Jonathan Liwinen_US
dc.relation.ispartofseries-;-
dc.subjectPROYEKSI CURAH HUJAN BERDASARKAN PERUBAHAN IKLIM SEBAGAI DASAR PREDIKSI GENANGAN BANJIR PADA DAS SEPAKU DI WILAYAH IKN DENGAN METODE STATISTICAL DOWNSCALING MENGGUNAKAN MODEL CMIP6 DENGAN DATASET CNRM-ESM 2-1 DAN MRI-ESM 2-0en_US
dc.titlePROYEKSI CURAH HUJAN BERDASARKAN PERUBAHAN IKLIM SEBAGAI DASAR PREDIKSI GENANGAN BANJIR PADA DAS SEPAKU DI WILAYAH IKN DENGAN METODE STATISTICAL DOWNSCALING MENGGUNAKAN MODEL CMIP6 DENGAN DATASET CNRM-ESM 2-1 DAN MRI-ESM 2-0en_US
dc.title.alternative-en_US
dc.typeThesisen_US


Files in this item

Thumbnail
Thumbnail
Thumbnail
Thumbnail
Thumbnail
Thumbnail
Thumbnail
Thumbnail

This item appears in the following Collection(s)

Show simple item record