Show simple item record

dc.contributor.authorFADILAH, MUHAMMAD ADZKA
dc.date.accessioned2025-08-04T08:56:09Z
dc.date.available2025-08-04T08:56:09Z
dc.date.issued2025-07-30
dc.identifier.urihttps://library.universitaspertamina.ac.id//xmlui/handle/123456789/14165
dc.descriptionPenelitian ini membahas peran Cina dalam memediasi rekonsiliasi antara Arab Saudi dan Iran pada tahun 2023 melalui pendekatan Track One Diplomacy dan teori Processual Relationalism. Dalam konteks ketegangan geopolitik dan rivalitas sektarian di kawasan Timur Tengah, keterlibatan Cina menunjukkan pergeseran penting dalam praktik diplomasi global. Penelitian ini menekankan bahwa diplomasi tidak hanya dipahami sebagai alat negosiasi formal, tetapi juga sebagai proses sosial-politik yang membentuk makna kolektif, identitas diplomatik, dan konfigurasi hubungan internasional. Dengan menggunakan kerangka relasional, skripsi ini mengeksplorasi empat indikator utama: proses, konfigurasi, proyek, dan yoking, untuk menganalisis bagaimana Cina secara aktif mengonstruksi ruang dialog dan stabilitas simbolik di antara dua rival utama Timur Tengah. Hasil penelitian menunjukkan bahwa keberhasilan Cina sebagai mediator tidak hanya didorong oleh kepentingan material, melainkan juga oleh kemampuan membangun narasi alternatif yang diterima kedua pihak. Skripsi ini memberikan kontribusi terhadap studi diplomasi kontemporer, khususnya dalam memahami dimensi sosial dan ideasional dari penyelesaian konflik internasional.en_US
dc.description.abstractPenelitian ini membahas diplomasi Cina dalam mendorong rekonsiliasi antara Arab Saudi dan Iran pada tahun 2023 melalui pendekatan konstruktivis dengan kerangka Track One Diplomacy. Dalam lanskap geopolitik Timur Tengah yang selama ini dipenuhi oleh ketegangan sektarian dan rivalitas strategis, keterlibatan Cina menandai pergeseran penting dalam pola diplomasi internasional. Diplomasi dalam konteks ini tidak sekadar menjadi alat negosiasi formal, tetapi dipahami sebagai proses politik yang membentuk serta dipengaruhi oleh interaksi sosial, identitas kolektif, dan persepsi bersama antarpihak. Penelitian ini berupaya memahami bagaimana mediasi tersebut berjalan bukan hanya sebagai mekanisme penyelesaian konflik, tetapi sebagai dinamika sosial yang membentuk konfigurasi baru dalam hubungan internasional. Penelitian ini mengadopsi teori Processual Relationism untuk menganalisis bagaimana proses, konfigurasi, proyek, dan praktik relasional (yoking) secara bersama-sama memproduksi makna kolektif dan hasil diplomatik. Melalui pendekatan ini, penelitian mengungkap bahwa diplomasi Cina tidak semata-mata didorong oleh logika kepentingan material atau strategis, melainkan juga dibingkai dalam narasi yang berupaya membangun stabilitas dan tatanan baru yang berbasis pada dialog multilateral. Dengan demikian, keberhasilan rekonsiliasi antara Arab Saudi dan Iran dapat dipahami sebagai manifestasi dari konstruksi makna kolektif yang berhasil dibangun oleh Cina. Temuan ini memberikan kontribusi pada studi diplomasi kontemporer, khususnya terkait mediasi konflik dan konstruksi sosial dalam hubungan internasional.en_US
dc.language.isootheren_US
dc.subjectCina, Mediasi, Processual Relationism, Rekonsiliasi Arab Iran, Track One Diplomacyen_US
dc.titleDIPLOMASI TRACK ONE CINA DALAM MENDORONG REKONSILIASI ARAB – IRAN 2023en_US
dc.typeThesisen_US


Files in this item

Thumbnail

This item appears in the following Collection(s)

Show simple item record