dc.description.abstract | Pelaksanaan aktivitas fracking diInggris yang melibatkan pemompaan air, bahan kimia dan pasir ke bawah tanah untuk mengeksplorasi shale gas menimbulkan sejumlah dampak berbahaya seperti kontaminasi air, gempa bumi, dan dampak buruk bagi kesehatan. Kondisi ini memicu munculnya berbagai macam demonstran baik secara individu maupun organisasi yang terbentuk dalam sebuah NGO (Non-Governmental Organization), yang menyatakan ketidaksetujuan terhadap pelaksanaan fracking. Akan tetapi, dalam menanggapi ketidaksetujuan masyarakat terhadap aktivitas fracking, pemerintah Inggris cenderung melakukan perlawanan terhadap aksi tersebut. Adanya penahanan terhadap demonstran, pada akhirnya membuat sebuah pola keterbatasan advokasi antara masyarakat terhadap pemerintahan Inggris. Hal ini yang kemudian membuat salah satu NGO bernama Friends of the Earth, mulai memobilisasi isu-isu tersebut ke ranah internasional dengan mempromosikan gagasan atau norma yang berprinsip sehingga membentuk suatu jaringan transnasional, yang bertujuan untuk mempengaruhi kebijakan pemerintah Inggris. Akhirnya, pada tahun 2019 pemerintah Inggris mengeluarkan sebuah moratorium atau larangan sementara terhadap pelaksanaan fracking. Penulis akan menggunakan Konsep Transnational Advocacy Network dari Margaret E. Keck and Kathryn Sikkink, untuk menjelaskan peran jaringan advokasi internasional terhadap gerakan Anti-Fracking di Inggris serta Teori
Konstruktivisme yang menjelaskan pentingnya penyebaran norma atau ide untuk mempengaruhi suatu kebijakan. Penelitian ini berusaha menjelaskan peran Transnational Advocacy Network dalam mempengaruhi kebijakan Inggris melalui berbagai strategi yaitu Information Politics, Symbolic Politics, Leverage Politics, dan Accountability Politics. Penulis akan menggunakan metode kualitatif dengan teknik pengumpulan data sekunder, untuk mendeskripsikan serta menginterpretasi agar menjadi penjelasan yang terpadu. | en_US |