dc.description.abstract | Pulau Jawa hingga Nusa Tenggara terletak pada pertemuan Lempeng Samudera Indo Australia, Lempeng Benua Eurasia, dan Lempeng Benua Australia. Konvergensi dari tiap
lempeng membentuk busur-busur vulkanik sepanjang Jawa hingga Nusa Tenggara.
Perbedaan rezim tektonik antara Busur Sunda dan Busur Banda merupakan fenomena
menarik yang dapat dikaji lebih lanjut guna menambah berbagai bukti pendukung dari sisi
geofisika tentang kondisi tektonik di daerah tersebut. Metode yang dapat diterapkan adalah
receiver function yang berfungsi untuk mengidentifikasi bidang diskontinuitas Moho dengan
memanfaatkan konversi gelombang P ke S. Metode ini membutuhkan waveform gempa dari
stasiun tiga komponen. Lalu, waveform diolah dengan beberapa prosedur, seperti filtering,
rotasi 3D, dekonvolusi, dan pemilahan. Pengolahan yang paling penting dari metode ini
adalah dekonvolusi yang berperan untuk mengisolasi gelombang Ps serta menghilangkan
efek lainnya. Saat ini, pendekatan dari metode dekonvolusi sangat beragam, baik dalam
domain waktu maupun dalam domain frekuensi. Akan tetapi, tidak ada satupun metode yang
mampu diaplikasikan di seluruh kondisi geologi. Oleh karena itu, penelitian ini melakukan
perbandingan metode iterative time deconvolution, water-level deconvolution, dan time
deconvolution untuk memperoleh hasil receiver function yang optimal. Perbandingan
tersebut termasuk uji coba parameter dekonvolusi seperti water-level, faktor lebar Gaussian,
dan faktor spiking. Data yang digunakan pada penelitian ini berasal dari Pusat Data
GEOFON yang diunduh dan diolah menggunakan bahasa pemrograman Python. Informasi
fase gelombang Ps beserta kelipatannya digunakan dalam metode Stacking H-κ untuk
menghasilkan estimasi ketebalan kerak dan rasio Vp/Vs. Hasil estimasi ketebalan kerak dan
rasio Vp/Vs yang bervariasi dari pulau Jawa hingga Nusa Tenggara cukup selaras dengan
studi geologi sebelumnya yang merekonstruksi pembentukan pulau-pulau ini dalam kondisi
yang sangat kompleks. | en_US |