dc.description.abstract | Dalam mesin berbahan bakar solar, cetane number digunakan untuk menggambarkan kualitas proses pembakaran. Cetane number yang lebih tinggi berarti penundaan pengapian yang lebih pendek dan kinerja mesin yang lebih baik. Cetane number didasarkan pada jumlah heksadekana (C16) dalam bahan bakar solar. Pada penelitian ini, cetane number ditentukan menggunakan metode standar Calculated Cetane Index (CCI) ASTM D 4737 dengan korelasi empiris antara data densitas ASTM D 4052 dan suhu distilasi ASTM D 86. Solar Induk dengan trayek titik didih 133-396,5 °C dipotong secara bertingkat menjadi 3 variasi, yaitu Variasi 1 (rentang suhu 133-396,5 °C), Variasi 2 (rentang suhu 133-370 °C), dan Variasi 3 (rentang suhu 133-370 °C). Pemotongan Variasi 1 dilakukan secara bertingkat menjadi 5 fraksi. Pemotongan Variasi 2 dilakukan dengan memotong fraksi berat secara bertingkat menjadi 4 fraksi. Dan pemotongan Variasi 3 dilakukan dengan memotong fraksi ringan secara bertingkat menjadi 4 fraksi. Pemotongan trayek titik didih solar kilang dilakukan untuk mengetahui pengaruhnya terhadap nilai CCI. Solar Induk awalnya memiliki nilai CCI sebesar 46,0. Selanjutnya, Solar 2.4 dengan rentang suhu 133-250 °C, menunjukkan hasil CCI yang menurun yaitu 41,6. Solar 3.4 dengan rentang suhu 280-370 °C, menunjukkan hasil CCI yang meningkat, yaitu sebesar 55,2. Hasil analisis menggunakan instrumen Gas Chromatography-Mass Spectrometry (GC-MS) mengonfirmasi Solar Induk memiliki luas area heksadekana 10,05 %, Solar 3.4 memiliki luas area heksadekana yang paling besar, yaitu 12,28 %, dan Solar 2.4 memiliki luas area heksadekana yang paling rendah, yaitu 6,99 %. | en_US |